ASBWI – Gelaran Piala Asia Wanita 2021 (2022) yang dihelat di India, baru saja berakhir Minggu (6/2/2022). Cina keluar sebagai juara, seusai mengalakan Korsel 3-2 di final. Catatan lain, negara tetangga dari Asia Tenggara, Filipina, menorehkan prestasi dengan menembus semifinal, sekaligus meraih tiket ke Piala Dunia Wanita 2023.
Filipina sendiri sempat mengalahkan Indonesia 6-0 di fase penyisihan grup, selain Australia (18-0) dan Thailand (4-0). Bagaimana pelatih Rudy Eka Priyambada memetik pelajaran dari hasil-hasil dari India? Berikut wawancara Coach Rudy dengan Sigit Nugroho dari media resmi ASBWI, pekan lalu.
Apa yang bisa Anda sampaikan, menyikapi hasil yang diraih Garuda Pertiwi di Piala Asia?
Ya, saya ingin menyampaikan permohonan maaf atas hasil ini. Namun bagaimanapun saya tetap berterima kasih kepada para pemain, staf kepelatihan, serta federasi atau PSSI utamanya. Soalnya, dalam situasi pandemi begini, kita tetap bisa mengikuti kualifikasi di Tajikistan, dan Alhamdulillah kita bisa masuk ke putaran final Piala Asia setelah 33 tahun timnas putri absen, lalu kembali lagi di ajang ini.
Pelajaran apa yang bisa dipetik dari India?
Dengan kita kembali berlaga di Piala Asia ini, kita bisa mengevaluasi seberapa jauh gap sepakbola wanita kita dengan top level di Asia. Beruntung, kita bisa bermain melawan tim-tim top level di Asia, seperti Australia, Thailand, dan juga Filipina. Jika Australia dan Thailand sudah menikmati tampil di Piala Dunia, kini Filipina lolos ke Piala Dunia Wanita. Sekarang jadi tahu, sejauh itulah gap kita dengan mereka.
Persiapan 3 tim lawan Indonesia jauh lebih bagus. Benar dong adagium bahwa usaha tak akan mengkhianati hasil?
Ya memang begitulah. Bagaimanapun usaha dari negara-negara yang mengikuti Piala Asia tidak bisa dikesampingkan. Bila kita yang lolos, tentu tidak fair bagi begara lain yang sudah melakukan pembinaan dengan benar. Kita lihat Australia. A League (wanita) sudah mereka mulai sejak 2008. Di Thailand malah sudah bergulir sejak 2007.
Bagaimana dengan Filipina, bukankah mereka banyak memakai pemain naturalisasi yang sudah matang di luar negeri?
Benar, tapi di Filipina liga wanita juga sudah dimulai pada 2016. Memang, khusus untuk Piala Asia mereka memakai banyak pemain naturalisasi, yang dipadukan dengan beberapa pemain hasil liga domestik. Itu pun dengan TC atau pelatnas jangka panjang di Amerika Serikat.
Dengan kata lain, persiapan Filipina pun jauh lebih baik dibanding Indonesia?
Jelas itu. Rata-rata pemain mereka berkompetisi di liga kampus dan liga pro AS. Karena itu, standar minimal setiap pemain tampil dalam 4.000 menit dalam setahun, bisa tercapai. Pemain kita jauh dari angka itu. Dengan jam bermain kurang atau malah jauh dari 4.000 menit, pemain kita sulit mengerti cara bermain dengan benar. Mereka juga tak bisa mengambil keputusan dengan cepat dan tepat. Selain itu, mentalitas kurang. Namun bagaimanapun saya tetap mengapresiasi pemain kita. Mereka sudah bekerja keras. Ini membuka mata kita, agar tahu apa saja evaluasi yang arus kita lakukan.
Apa harapan Anda dengan adanya pengurus baru ASBWI yang akan dilantik 2 pekan ke depan?
Dengan hadirnya ASBWI, mudah-mudahan kita lebih semangat dalam mengembangkan dan membina pesepakbola wanita di daerah, dan yang utama, memutar kompetisi berjangka di Indonesia. Taruhlah berdurasi 7-8 bulan. Bukan hanya turnamen 1-2 bulan lalu bubar. Semoga ASBWI bisa mencetak pemain-pemain wanita lebih banyak lagi.
Rekrutmen pemain nasional selama ini bagaimana?
Pemain timnas biasa diperoleh dari klub-klub di daerah, seusai turnamen, atau saat timnas wanita mau dibentuk. Sempat ada Liga 1 Putri, tapi dihentikan saat pandemi. Selama ini kami juga banyak dikirimi video bibit-bibit pemain wanita yang bisa juggling. Kalau cuma juggling, disini sudah banyak. Yang kita perlukan, pemain yang memiliki visi bermain. Semoga itu bisa ditemukan dalam kompetisi dan pencarian tim pemandu bakat ASBWI.